Kamis, 27 Agustus 2015

Anak adalah asset bangsa

Memiliki  anak-anak yang cerdas merupakan keinginan setiap orang tua. Selain mendatangkan kebahagiaan dan kebanggaan, diharapkan dapat mengharumkan nama keluarga terutama sekali kedua orang tua. Ketika anak berprestasi di sekolah, nama orang tua dan keluarga juga akan terbawa-bawa.

Harapan orang tua sekaligus akan menjadi harapan bangsa. Anak Indonesia hari ini akan menjadi pemimpin bangsa untuk sekian tahun yang akan datang. Anak-anak yang cerdas hari ini akan menjadi pemimpin yang cerdas di masa datang. Pemimpin yang cerdas akan berusaha membangun keadilan dan kemakmuran masyarakat.

anak,cerdas,harapan,bangsa

Anak cerdas tidak hanya dipandang dalam aspek kecerdasan otak  (intelektual) semata. Kecerdasan anak ditinjau secara komprehensif. Yang tak kalah pentingnya adalah kecerdasan sikap dan mental. Anak akan dapat menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik di lingkungannya: keluarga, masyarakat dan sekolah. Akan lebih sempurna lagi bila mereka juga cerdas dalam berbagai keterampilan dan kecakapan hidup. Dengan demikian anak-anak bangsa akan dapat menjalani prosesi kehidupan yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Keluarga merupakan pondasi utama dalam membentuk dan mengembangkan kecerdasan anak. Kedua orang tua, berkewajiban memenuhi kebutuhan lahiriah berupa nutrisi dan pemeliharaan kesehatan. Tujuannya adalah agar anak tumbuh dan berkembang dengan baik, sehat jasmani dan rohani dan cerdas dalam berpikir. Taat menjalankan syariat agama.

Kebutuhan lain adalah menyediakan perlengkapan dan peralatan sekolah, biaya pendidikan dan tempat tinggal yang yang layak bagi anak. Ini adalah pendukung dalam mengembangkan kecerdasan anak Indonesia di lingkungan keluarga.

Selain kewajiban memenuhi kebutuhan lahiriah dan material tersebut, orang tua juga perlu menumbuhkembangkan karakter anak melalui pola pendidikan di keluarga. Pendidikan karakter mutlak dimulai dari lingkungan keluarga. Pola pendidikan keluarga yang alami adalah memberikan sikap dan keteladanan. Diyakini, anak di lingkungan keluarga akan banyak meniru sikap dan kebiasaan kedua orang tua. Dalam hal ini sangat diperlukan hubungan komunikasi yang harmonis dan demokratis antara orang tua dan anak.

Pemberian keterampilan dan kecakapan dasar dan sederhana sangat membantu perkembangan anak jika mereka telah berada di lingkungan sekolah dan masyarakat. Dengan demikian, tugas pendidikan menjadi tidak lebih berat dalam rangka mengembangkan program kecakapan hidup (life skill). Beban pencerdasan anak bangsa tidak lagi menjadi pikulan dunia pendidikan semata.

Yang menjadi fenomena umum dewasa ini adalah terpuruknya kondisi bangsa Indonesia dalam berbagai sektor kehidupan. Pemimpin-pemimpin bangsa saat ini dianggap masih belum mampu menunjukkan harapan-harapan orang tua dan bangsa pada masa sebelumnya.


Apakah ini yang dikatakan dengan kegagalan masa lampau untuk membina dan mengembangkan kecerdasan anak Indonesia ? Yang pasti, pemimpin bangsa ini adalah produk lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan pada masa  yang silam. Allahuallam bissowaab! Mari kita diskusikan.

Rabu, 26 Agustus 2015

Kota Tasikmalaya


Letak kota Tasikmalaya di Indonesia
Koordinat: 7°19′55,93″LU 108°13′30,26″BT / 7,31667°LS 108,21667°BT
NegaraIndonesia
ProvinsiJawa Barat
Hari jadi21 Juni 2001

Pemerintahan
 • WalikotaDrs. H. Budi Budiman
 • Wakil WalikotaIr. H. Dede Sudrajat

Area
 • Total184.38 km2 (71.19 mil²)
Populasi (2013)
 • Total697.550 jiwa[1]
 • Kepadatan3.791.03/km2 (9.82/sq mi)
Zona waktuWIB (UTC7)
Kode wilayah62 265
Kecamatan10
Kelurahan69
Situs webwww.tasikmalayakota.go.id
Kota Tasikmalaya adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Sejarah berdirinya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonomi tidak terlepas dari sejarah berdirinya kabupaten Tasikmalaya sebagai daerah kabupaten induknya. Sebelumnya, kota ini merupakan ibukota dari kabupaten Tasikmalaya, kemudian meningkat statusnya menjadi kota administratif tahun 1976, pada waktu A. Bunyamin menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya, dan kemudian menjadi pemerintahan kota yang mandiri pada masa Pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya dipimpin oleh bupatinya saat itu H. Suljana W.H.

Sang Mutiara dari Priangan Timur itulah julukan bagi kota Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Barat. Kota ini terletak pada 108° 08′ 38″ – 108° 24′ 02″ BT dan 7° 10′ – 7° 26′ 32″ LS di bagian Tenggara wilayah Propinsi Jawa Barat. Kota ini dahulu adalah sebuah kabupaten, namun seiring dengan perkembangan, maka terbentuklah 2 buah bentuk pemerintahan yaitu Pemerintahan Kabupaten dan Pemerintahan Kota Tasikmalaya.

Tonggak sejarah lahirnya kota Tasikmalaya, mulai di gulirkan ketika Kabupaten Tasikmalaya di pimpin oleh A. Bunyamin, Bupati Tasikmalaya periode tahun 1976 – 1981. Pada saat itu melalui peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976 diresmikanlah Kota Administratif Tasikmalaya oleh Menteri Dalam Negeri yang pada waktu itu dijabat oleh H. Amir Machmud. Walikota Administratif pertama adalah Drs. H. Oman Roosman, yang dilantik oleh Gubernur Jawa barat, H. Aang Kunaefi

Pada awal pembentukannya, wilayah kota Administratif Tasikmalaya meliputi 3 Kecamatan yaitu Cipedes, Cihideung dan Tawang dengan jumlah desa sebanyak 13 desa.

Kemudian pada tahun 2001, dirintislah pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya oleh Bupati Tasikmalaya, Kol. Inf. H. SuIjana Wirata Hadisubrata (1996 – 2001), dengan membentuk sebuah Tim Sukses Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya yang diketuai oleh H. Yeng Ds. Partawinata SH. Melalui proses panjang akhirnya dibawah pimpinan Bupati Drs. Tatang Farhanul Hakim, pada tanggal 17 Oktober 2001 melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2001, Pembentukan pemerintahan Kota Tasikmalaya sebagai pemerintahan daerah otonom ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI di Jakarta bersama-sama dengan kota Lhoksumawe, Langsa, Padangsidempuan, Prabumulih, Lubuk Linggau, Pager Alam, Tanjung Pinang, Cimahi, Batu, Sikawang dan Bau-bau. Selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2001 pelantikan Drs. H. Wahyu Suradiharja sebagai Pejabat Walikota Tasikmalaya oleh Gubernur Jawa Barat dilaksanakan di Gedung Sate Bandung.

Melalui Surat Keputusan No. 133 Tahun 2001, tanggal 13 Desember 2001 Komisi Pemilihan Umum membentuk Panitia Pengisian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Tasikmalaya (PPK-DPRD), selanjutnya pengangkatan anggota DPRD Kota Tasikmalaya disahkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat, No. 171/Kep.380/Dekon/2002, tanggal 26 April 2002, dan pada tanggal 30 April 2002 keanggotaan DPRD Kota Tasikmalaya pertama diresmikan. Kemudian pada tanggal 14 November 2002, Drs. H. Bubun Bunyamin dilantik sebagai Walikota Tasikmalaya, sebagai hasil dari tahapan proses pemilihan yang dilaksanakan oleh legislatif.

Sesuai Undang-Undang No. 10 Tahun 2001 bahwa wilayah Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 Kecamatan dengan jumlah Kelurahan sebanyak 15 dan Desa sebanyak 54, tetapi dalam perjalanannya melalui Perda No. 30 Tahun 2003 tentang perubahan status Desa menjadi Kelurahan, desa-desa dilingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya berubah statusnya menjadi Kelurahan, oleh karena itu maka jumlah kelurahan menjadi sebanyak 69 kelurahan, sedangkan untuk kecamatan bertambah menjadi 10 kecamatan, yang antara lain :
Kecamatan Tawang
Kecamatan Cihideung
Kecamatan Cipedes
Kecamatan Indihiang
Kecamatan Kawalu
Kecamatan Cibeureum
Kecamatan Mangkubumi
Kecamatan Tamansari
Kecamatan Purbaratu
Kecamatan Bungursari

Kota Tasikmalaya diresmikannya sebagai Kota Administratif Tasikmalaya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1976, dengan Walikota Administratif Pertama yaitu Drs. H. Oman Roosman yang dilantik oleh Gubernur Jawa Barat H. Aang Kunaefi. Pada awal pembentukannya, wilayah Kota Administratif Tasikmalaya meliputi 3 Kecamatan yaitu Cipedes, Cihideung, dan Tawang dengan jumlah desa sebanyak 13 desa.

Pembentukan pemerintahan Kota Tasikmalaya sebagai pemerintahan daerah otonom ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2001, bersama-sama dengan Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kota Padang Sidempuan, Kota Prabumulih, Kota Lubuk Linggau, Kota Pagar Alam, Kota Tanjung Pinang, Kota Cimahi, Kota Batu, Kota Singkawang, dan Kota Bau-Bau, selanjutnya pada tanggal 18 Oktober 2001, Drs. H. Wahyu Suradiharja dilantik sebagai Penjabat Walikota Tasikmalaya oleh Gubernur Jawa Barat dilaksanakan di Gedung Sate Bandung.

Melalui Surat Keputusan No. 133 Tahun 2001, tanggal 13 Desember 2001 Komisi Pemilihan Umum membentuk Panitia Pengisian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Kota Tasikmalaya (PPK-DPRD), selanjutnya pengangkatan anggota DPRD Kota Tasikmalaya disahkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat, No. 171/Kep.380/Dekon/2002, tanggal 26 April 2002, dan pada tanggal 30 April 2002 keanggotaan DPRD Kota Tasikmalaya pertama diresmikan. Kemudian pada tanggal 14 November 2002, Drs. H. Bubun Bunyamin dilantik sebagai Walikota Tasikmalaya, sebagai hasil dari tahapan proses pemilihan yang dilaksanakan oleh legislatif.

Sesuai Undang-Undang No. 10 Tahun 2001 bahwa wilayah Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 15 dan desa sebanyak 54, kemudian melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 30 Tahun 2003 tentang perubahan status desa menjadi kelurahan, desa-desa di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya berubah statusnya menjadi kelurahan, maka jumlah kelurahan menjadi sebanyak 69 kelurahan, selanjutnya kecamatan di Kota Tasikmalaya dimekarkan lagi sehingga menjadi sepuluh kecamatan.

Berikut ini urutan pemegang jabatan Walikota Administratif Tasikmalaya, dari terbentuknya Kota Administratif sampai menjelang terbentuknya Pemerintah Kota Tasikmalaya:

Oman Roesman (1976-1985)
Yeng Ds. Partawinata (1985-1989)
R. Y. Wahyu (1989-1992)
Erdhi Hardhiana (1992-1999)
Bubun Bunyamin (1999-2007)
Syarif Hidayat (2007-2012)
Drs. H. Budi Budiman (2012-2017)

Kota Tasikmalaya merupakan pusat pendidikan ketiga terbesar di Jawa Barat setelah Bandung dan Bogor, hal ini dibuktikan oleh banyaknya institusi pendidikan yang berada di kota ini seperti Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, Cabang UPI Bandung yang berada di Tasikmalaya, BSI Tasikmalaya,belasan bahkan puluhan universitas swasta, dan Universitas Negeri Siliwangi yang merupakan Universitas terbesar di wilayah priangan timur dan selatan. Universitas Siliwangi atau yang biasa dikenal Unsil ini merupakan universitas pilihan yang menjadi prioritas. Hal ini membuktikan bahwa rekam jejak universitas ini sangat bagus dan tidak dapat dipandang sebelah mata.

Tasikmalaya dikenal sebagai Kota Santri, khususnya di era sebelum 1980-an karena hampir di seluruh di wilayah ini tersebar pondok pesantren yang mengajarkan agama Islam, baik pondok besar maupun kecil, bahkan melahirkan tokoh perjuangan nasional di antaranya adalah Zainal Mustafa.

Berikut ini nama Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta :

Universitas Siliwangi ( UNSIL )
Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI )
Universitas Perjuangan Tasikmalaya (UNPERTAS)
Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya ( UMTAS )
STIA YPPT Tasikmalaya
STAIN Tasikmalaya
STAINU Tasikmalaya
STISIP Tasikmalaya
STT YBSI Tasikmalaya
STHG Galunggung Tasikmalaya
POLTEKES DEPKES Tasikmalaya
STIKES BTH Tasikmalaya
STIKES Respati Tasikmalaya
STIKES Muhamadiyah Tasikmalaya
AKBID Syahida Komunika Tasikmalaya
STIKES Bakti Kencana Tasikmalaya
Politeknik Triguna
AMIK BSI Tasikmalaya
LP3I Tasikmalaya
STIMIK DCI Tasikmalaya
AKPARTA Siliwangi Tasikmalaya
STAIC Cipasung Tasikmalaya
STIE Cipasung Tasikmalaya
STIPER Cipasung Tasikmalaya
STIE Latifah Mubarokiyah Tasikmalaya
STAI Al Maarif Tasikmalaya
STAI Al Hasanah Tasikmalaya
Akademi Analis Kesehatan Tasikmalaya
STIMIK Tasikmalaya
DPS ( Dirgantara Pilot School ) Tasikmalaya
POLTEKES GIGI Tasikmalaya

Perekonomian

Bank Indonesia Tasikmalaya.
Hampir 70%, pusat bisnis, pusat perdagangan dan jasa, dan pusat industri di priangan timur dan selatan berada di kota Ini. Priangan Timur dan selatan yakni membentang dari Kota Banjar di ujung timur jawa barat, Kabupaten Ciamis, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten dan Kota Sukabumi di ujung barat jawa barat, Wilayah priangan timur dan selatan ini mencapai 40% total keseluruhan wilayah Jawa Barat, itu artinya sepertiga lebih dari pusat perekonomian yang ada di Jawa Barat berada di Kota ini. Oleh karena itu, sangat cocok bagi para investor baik itu bidang perhotelan, sarana dan prasarana, pusat perbelanjaan untuk menanamkan modalnya di kota priangan timur ini. Kota Tasikmalaya membuka peluang yang sebesar - besarnya bagi para investor untuk berinvestasi di kota ini. Kota Tasikmalaya sendiri berpenduduk sekitar 700 ribuan, sehingga sangat potensial untuk dijadikan pangsa pasar investasi.

Pangkalan TNI AU Wiriadinata.
Kota Tasikmalaya terletak di jalur utama selatan Pulau Jawa di wilayah provinsi Jawa Barat. Kota ini juga memiliki perkembangan yang lebih baik dibandingkan kota-kota besar lainnya yang cenderung stagnan atau jalan di tempat tanpa ada pembangunan yang berarti atau signifikan. Oleh karena itu, para investor baik itu investor lokal maupun asing yang akan menanamkan modalnya perlu melirik kota ini sebagai salah satu kota yang sangat potensial dan strategis untuk mengembangkan usaha. Bagi para investor lokal yang akan melakukan ekspansi atau perluasan cabang dapat menjadikan kota ini sebagai salah satu pilihan terbaik. Bagi investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, kota ini dapat dijadikan basis usaha baru. Di Indonesia, kawasan potensial saat ini harus dikembangkan ke daerah-daerah sehingga pembangunan dapat lebih merata, saat ini kawasan industri hanya terpusat di Jabodetabek, Surabaya, Semarang dan Bandung, hal ini dapat menyebabkan kawasan tersebut menjadi jenuh dan tidak terkendali. Oleh karena itu, Kota ini dengan tangan terbuka membuka kesempatan yang sangat besar bagi para investor untuk menanamkan modalnya di kota ini. Bidang-bidang yang sangat potensial di kota ini diantaranya adalah bidang perhotelan, perbankan, pusat perbelanjaan baru, pusat pendidikan, pusat wisata belanja dan pusat industri. Sebagai kota besar yang berkembang pesat dan kota yang memiliki segudang potensi alam, pusat belanja dan oleh-oleh, pusat budaya maupun seni, sebagai tempat perhelatan acara-acara akbar seperti festival, kejuaraan nasional, pusat kuliner, dan tujuan pendidikan utama, kota ini masih minim jumlah hotel yang representatif dibandingkan kota-kota besar lainnya, oleh karena itu bidang perhotelan sangat cocok untuk dikembangkan di kota ini. Kota Tasikmalaya masih membutuhkan banyak jumlah hotel baru untuk lebih memajukan geliat ekonomi di kota ini.

Tasikmalaya memiliki berbagai potensi yang belum dikembangkan secara maksimal misalnya industri bordir yang sudah mendunia, tetapi sekarang pemerintah kota mulai membuat suatu tempat pameran bordir untuk para pengrajin Tasik, yang berlokasi di Kawalu.

Pariwisata

Saat ini, Kota Tasikmalaya tengah gencar-gencarnya mengadakan berbagai macam festival berskala nasional maupun internasional seperti Tasik Festival (TAFFEST), Tasik Open 2010 dalam bidang olahraga tingkat nasional, Festival Kuliner Tasikmalaya, Tasikmalaya Craft and Culture Festival, dan festival-festival lainnya yang rutin diadakan tiap tahun di kota ini. Hal ini membuat perekonomian di Kota Tasikmalaya benar-benar menggeliat dan maju, karena banyaknya antusiasme para pengunjung dari seluruh Indonesia yang hendak menyaksikan langsung kemeriahan festival-festival tersebut. Tentunya festival-festival tersebut memperkenalkan Tasikmalaya di mata Indonesia dan mancanegara serta mengangkat perekonomian warga Tasikmalaya itu sendiri tentunya. Oleh karena itu juga, kini nama Tasikmalaya dikenal sebagai kota modern yang menjunjung tinggi kearifan budaya lokal, budaya Sunda khas Tasikmalaya.

Kota Tasikmalaya memiliki segudang potensi pariwisata, diantaranya adalah wisata alam, kerajinan, wisata belanja, wisata religi, seni, budaya, UKM, dll. Dalam potensi UKM dan kerajinan masyarakat, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya memiliki jumlah UKM terbesar setelah Bandung Raya (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat) di Jawa Barat. Kota ini memiliki segudang kerajinan beraneka bentuk dan rupa yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Dengan banyaknya UKM yang tersebar di kota ini, Kota Tasikmalaya disebut juga sebagai Kota UKM. Kerajinan khas Tasikmalaya antara lain adalah Bordir Tasikmalaya yang telah mendunia, Payung Geulis yang telah menjadi ikon Jawa Barat, Kelom Geulis, sandal tradisional asli buatan bangsa Indonesia, batik Tasikmalaya yang tidak kalah dari batik-batik lainnya di Pulau Jawa dengan ciri khasnya, dan kerajinan–kerajinan lainnya. Kota ini memiliki panorama alam seperti Situ Gede, Gunung Galunggung, Cipatujah, dan objek wisata lainnya ditata menjadi objek wisata alam yang menawan, sehingga sangat potensial dijadikan sebagai kota tujuan wisata di Indonesia.

Kota Tasikmalaya berada persis di tengah-tengah jantung bumi Priangan Timur dan Selatan, diapit oleh Ciamis dengan objek wisata Pangandaran-nya yang telah melegenda, Sumedang dengan objek wisata museum yang menyimpan sejarah perkembangan bumi priangan, dan Garut dengan objek wisata Cipanas-nya yang tersohor. Dengan Posisi Kota Tasikmalaya yang sangat strategis tersebut menjadikan kota ini sebagai Pusat MICE terbesar di Jawa Barat setelah Kota Bandung dan Kota Bogor. Banyak para pelaku tujuan bisnis, wisata, industri, pendidikan, dan lain-lain menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai tempat yang tepat untuk memulai aktivitasnya dan dijadikan base camp dari seluruh penjuru Pulau Jawa yang hendak ke Bumi Priangan.

Kuliner

Salah satu jajanan yang paling terkenal enak dan banyak dikunjungi wisatawan luar kota adalah Mie Bakso Laksana. Makanan khas Tasikmalaya adalah Tutug Oncom atau biasa disebut TO. Makanan ini disajikan dengan nasi hangat dengan sambal goang, sayuran lalaban, tahu-tempe dan ayam goreng atau ikan asin. Kini, tutug oncom tersedia dalam bentuk kemasan abon tutug oncom, dan yang paling terkenal adalah Abon Tutug Oncom "Waroeng Nadya" buatan Ibu Yani yang dapat dibeli di toko oleh-oleh di Tasikmalaya.

Pusat jajanan dan oleh-oleh tersebar di Jalan Sutisna Senjaya Rammona, RE Martadinata Raja Sale, Toko Roti Unyil Simpang Lima, Lintang Leuwianyar, Supermarket Samudera HZ Mustofa & Asia Cihideung dan Supermarket Asia Plaza, Toko Segar Singaparna, Kurnia Toserba Cikoneng.

Pusat perbelanjaan modern dan hiburan

BOM Coffee Shop. Jalan Tarumanegara
Guardian, Mayasari Plaza
Sports Station, Mayasari Plaza Tasikmalaya
d'Cost, Mayasari Plaza Tasikmalaya
Solaria, Asia Plaza Tasikmalaya
Pizza Hut, Asia Plaza Tasikmalaya
ACE Hardware & Informa, Asia Plaza Tasikmalaya
Bioskop 21, Tasikmalaya
Gramedia, Tasikmalaya
Toko Buku Karisma Tasikmalaya
Asia Plaza
Mayasari Plaza
Yogya Tasik HZ
Yogya Mitra Batik
Asia departement store 1
Asia departement store 2
Borobudur departement store
Matahari Departement store
Agung Departement store HZ
Samudra Toserba HZ
Samudra 1 HZ
Giant hypermarket Mayasari
Cahaya Departement Store
Tasik Indah Plaza
Living Plaza Tasikmalaya (undercontructions)
LotteMart Wholesale Tasikmalaya (undercontructions)

Perhubungan

Stasiun kereta api Tasikmalaya (tahun 1928).
Kota Tasikmalaya terletak di jalur selatan Jawa Barat, Kota Tasikmalaya juga memiliki terminal bus Tipe A, yang merupakan salah satu terminal bus terbesar di Jawa Barat. Jalan Zaenal Mustafa atau HZ adalah jalan utama dan menjadi KM 0 ( Kilometer 0) Kota Tasikmalaya dan menjadi sentra perekonomian di kota ini.

Olahraga

Cabang olahraga yang banyak menetaskan atlet-atlet dari kota ini adalah bulu tangkis, atletik,pencak silat dan renang. Ada satu buah stadion besar di Kota Tasikmalaya, yakni GOR Dadaha yang seringkali dijadikan homebase bagi sebagian atlet di Jawa Barat. Tasikmalaya banyak melahirkan pebulu tangkis nasional dan internasional. Bukan hanya bulu tangkis saja, kota ini melahirkan banyak bibit-bibit atlet masa depan Indonesia yang kelak akan mengharumkan nama indonesia di kancah internasional.

Tokoh

Beberapa tokoh penting yang berasal dari kota Tasikmalaya:

Susi Susanti - pemain bulu tangkis
Rhoma Irama - penyanyi dangdut
Itje Trisnawati
Vety Vera
Caca Handika
Dara the Virgin
Alam
Evie Tamala
Indra Lesmana Bruggman
Chand Parwez Servia
Cucu Cahyati
Diky Candra
Connie Sutedja
Aura Kasih
Yayan Ruhian
Dinda Kirana
Carissa Elfarizi
Ryan Deye
Rizuki - Pesulap

Referensi
^ Profil Kota Tasikmalaya
^ Sejarah Tasikmalaya

Pranala luar
Portal Indonesia
(Indonesia) Situs web resmi kota Tasikmalaya
(Indonesia) Undang Undang RI No. 10 Tahun 2001
(Indonesia) Peta Kota Tasikmalaya

Gambaran Masyarakat Miskin di Perkotaan

Gambar masyarakat miskin di perkotaan merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan yang kronis dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk menangani dan mengawasinya. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita jumpai permukiman masyarakat miskin di hampir setiap sudut kota yang disertai dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya yaitu, pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di lahan-lahan pinggir jalan sehingga mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalanan kota. Masyarakat miskin di perkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya sehingga perlu mengupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber masalah bagi kota namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterahkan.
Untuk itu kewajiban pemerintah sangat diperlukan keefisienannya dalam menghadapi permasalahan masyarakat miskin kota ini. ”Pemerintahan perkotaan yang baik selalu berupaya menemukan cara-cara untuk dapat melibatkan kelompok miskin perkotaan, sehingga kebutuhan mereka dapat direfleksikan dalam kebijakan dan program-program pemerintah kota. Pencapaian untuk alternatif perkotaan masa depan sangat tergantung pada seberapa jauh kelompok-kelompok miskin mampu mengorganisasikan diri, yang tidak hanya terbatas dalam lingkup wilayah mereka tetapi juga dapat menghasilkan suatu kekuatan politik secara lebih besar dalam skala kota dan bangsa.” (Panos: Governing Our Cities). Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin biasanya adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.
Di kota-kota besar di negara-negara Dunia biasa ditemukan adanya daerah kumuh atau pemukiman miskin. Adanya daerah kumuh ini merupakan pertanda kuatnya gejala kemiskinan, yang antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi berlebih, di kota-kota tersebut. Secara umum, daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu kawasan pemukiman atau pun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunan-bangunannya berkondisi substandar atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat. Kawasan yang sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman di banyak kota besar, oleh penduduk miskin yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, dan di bawah jembatan.
Stigmatisasi pembangunan perkotaan memposisikan kawasan dan lingkungan permukiman kumuh adalah penyakit kota. Kawasan dan lingkungan permukiman kumuh dianggap sebagai bagian wilayah kota yang sangat tidak produktif, kotor, tidak memiliki potensi, tidak efisien dan mengganggu estetika serta keindahan. Pendekatan konvensional yang paling populer adalah menggusur permukiman kumuh dan kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai peremajaan kota yang ternyata bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan dari perkotaan. Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur adalah hanya sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak berkurang. Bagi orang yang tergusur malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mereka mesti beradaptasi dengan lokasi permukimannya yang baru. Apalagi berkenaan dengan upaya pengembangan dan penguatan masyarakat, lemahnya pilihan taktis dan strategis dalam upaya pemecahan problem kaum miskin di perkotaan, sehingga yang terjadi justru penegakan kepentingan elit dan lebih mengejar target soisal-ekonomi-politik saja dan pemecahan masalahpun terkesan setengah hati. Stigma negatif terhadap komunitas dan lingkungan permukiman kumuh pada hakekatnya mengingkari kesejarahan kota, sedangkan praktek penggusuran dan pengusiran merupakan praktek pelanggaran terhadap hak-hak konstitusional, hak tradisional maupun hak asasi manusia yang melekat pada setiap warga dan masyarakatnya. Pada sisi lain, stigmatisasi tersebut sekaligus menunjukkan adanya sindrom inferioritas di kalangan pengelola kebijakan dan pemerintahan, yakni berupa ketidakberdayaan dan rendahnya kapasitas dalam mengelola pembangunan dan penciptaan kesejahteraan rakyat. Persoalan lebih mendasar dari stigmatisasi komunitas dan kawasan lingkungan permukiman kumuh, adalah bias sektoral pembangunan yang berorientasi pertumbuhan. Rumah hunian dan lingkungan permukiman merupakan bagian eksistensial bagi setiap manusia, sehingga praktek penggusuran dan pengusiran tersebut dapat dikatakan sebagai praktek dehumanisasi pembangunan. Tidak teringkari bahwa kawasan dan lingkungan permukiman kumuh perkotaan berkembang di luar kendali kebijakan dan sistem penataan ruang kawasan perkotaan. Dalam banyak kasus masyarakat pemukim kawasan ini berhadapan dengan persoalan laten terkait dengan ketidakpastian status hukum penguasaan dan penggunaan lahan, menempati lahan yang dalam perspektif lingkungan dan pengelolaan kawasan tidak direkomendasikan sebagai daerah hunian sampai lahan publik. Tidak ayal jika tanah-tanah in-absensia, bantaran sungai, penyangga jalan kereta api, pemakaman umum dan kawasan sekitar pembuangan akhir sampah perkotaan dikerumuni gubug-gubug, rumah semi permanen dan kemudian juga rumah permanen. Lingkungan permukiman kumuh tersebut miskin fasilitas umum dan dihuni para pekerja kota dalam berbagai sektor dan jenis pekerjaan. Di kawasan seperti ini kualitas lingkungan dan peri-kehidupan masyarakatnya buruk, sehingga mudah terjangkit berbagai persoalan penyakit endemik serta sarat masalah sosial dan kemiskinan. Konflik-konflik keagrariaan kota berkembang dan secara eksplosif muncul setiap saat. Persoalan yang terus mengendap dan laten menilik pada lemahnya penyelenggaraan hukum, perlindungan hak warga dan ketidakpastian serta inkonsistensi implementasi kebijakan penataan dan pengelolaan ruang kawasan. Komitmen pemerintah terhadap masalah kemiskinan, jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar manusia serta penanganan masalah permukiman kumuh merupakan usaha pemerintah menjalankan kewajiban konstitusionalnya atas hak-hak asasi warga yang dijamin konstitusi negara. Komitmen demikian memperoleh dorongan penguatan dari komitmen internasional.
Ditengah berbagai kelemahan dan kekurangan dalam sistem penyelenggaraan pengembangan perkotaan dan pelayanan permukiman yang ada dewasa ini, orientasi dan paradigma baru pembangunan kota, khususnya perumahan dan permukiman perkotaan, harus ditempuh. Stigma pengembangan kota sebagai penggusuran kelompok tak berdaya harus dihilangkan, sebaliknya pemberdayaan setiap pihak yang terlibat perlu ditingkatkan. Implementasi dari tekad dan komitmen ini masih membutuhkan penyempurnaan, baik proses maupun model dan polanya. Penyempurnaan ini nampaknya tidak cukup melalui peningkatan aspek ketrampilan profesional (professional skills) semata, akan tetapi juga menghendaki adanya perubahan paradigma. Perubahan ini justru menjadi dasar yang akan menentukan proses, pola dan model dalam sistem pengembangan kota. Perubahan paradigma dimaksud, tidak hanya untuk pengembangan kota tetapi merupakan tuntutan dan bagian integral dari pelaksanaan otonomi daerah; sebagai hak dan kewajiban daerah untuk mengurus dan mengatur daerah otonomi termasuk hal-hal yang menyangkut asas desentralisasi, terkait dengan pembagian dan penyerahan maupun pelimpahan wewenang secara proporsional.
Orientasi dan paradigma baru terkait dengan pijakan sikap, pikiran dan tindakan politik pemerintahan dan pembangunan yang mendudukkan rakyat (masyarakat) sebagai subyek dan bagian integral dalam penyelenggaraan negara. Perubahan ini menuntut penyempurnaan pada berbagai aspek, terutama terkait dengan kebijakan, pengelolaan sumberdaya aparat serta model, pendekatan dan metode kerja pembangunan dan pelayanan. Dalam pembangunan kota sebagai usaha penataan dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh, secara paradigmatik pemerintah dituntut sikap keberpihakannya pada warga dan masyarakat penghuninya. Operasionalisasi pelayanan permukiman dituntut untuk selaras dengan penataan ruang kawasan perkotaan yang ada, namun aspirasi, inisiatip dan kepentingan warga miskin dan kelompok berpenghasilan rendah merupakan hal yang utama. Hal ini berarti merubah orientasi dan pandangan yang sebelumnya dominan, bahwa perumahan dan permukiman adalah persoalan individual warga sebagaimana tercermin dari model dan pendekatan pasar dalam pembangunan perumahan. Proses kerja dan pembelajaran bersama untuk membangun hubungan dan kerjasama pemerintah dan masyarakat menjadi pokok yang penting dan harus dijalani seluruh elemen pemerintahan. Pemerintah bersama seluruh aparat, kedinasan dan kebijakannya dituntut untuk bertindak partisipatoris dalam realitas kehidupan masyarakatnya dengan maksimalisasi peran sebagai regulator, pelayan dan pemberdaya masyarakat/warga dalam mencapai kesejahteraan.
Peran multi-pihak seperti swasta/dunia usaha, organisasi non-pemerintahan maupun perguruan tinggi dan lainnya dalam proses ini adalah kunci yang lain. Keterlibatan multi-pihak merupakan penguatan sistem dukungan bagi keberlanjutan usaha pembangunan perkotaan. Seperti pembangunan kawasan bisnis oleh swasta didorong dengan tetap menempatkan dan menguatkan keberadaan masyarakat di sekitarnya sebagai bagian dari keutuhan sistem kota secara sosial, ekonomi, politik dan budaya. Pembebasan lahan jangan sampai dioperasionalkan sebagai praktek jual-beli dan pengusiran, tetapi kerjasama sinergis dalam penataan kawasan dengan masyarakat kota, terutama pemukim kawasan terbangun, sebagai subyek yang tidak boleh dinomorduakan.Bagaimanapun, pilihan warga untuk bertahan dan menghuni kawasan permukiman padat dan kumuh perkotaan karena asesibilitasnya yang mudah terhadap ruang kerja dan penghidupan mereka. Tempat-tempat demikian memungkinkan pekerja berpenghasilan terendah dapat hidup dan menjalankan berbagai aktivitas produktif dengan biaya terendah dalam suatu kegiatan ekonomi. Permukiman kumuh dapat memfasilitasi eksistensi dari bentuk keunggulan ekonomi komparatif ; memberi fungsi ekonomi dengan biaya yang kompetitif, baik dalam skala perekonomian tingkat kota, wilayah maupun global ; serta sebagai sumber keunggulan perekonomian kota. Mengelola tempat-tempat ini dengan baik, di bagian wilayah manapun, merupakan kunci untuk menjamin kesuksesan ekonomi dan kestabilan demokrasi.

Memberantas kemiskinan dengan pemberdayaan masyarakat.

Ada banyak definisi tentang pemberdayaan masyarakat, sebagian dari para ahli mengemukakan pendapatnya, seperti di bawah ini;
Bryant & White (1987) menyatakan pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat miskin dengan cara menciptakan mekanisme dari dalam (build-in) untuk meluruskan keputusan-keputusan alokasi yang adil, yakni dengan menjadikan rakyat mempunyai pengaruh.
Freire (Sutrisno, 1999) menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan kesempatan rakyat menggunakan sumber daya dan biaya pembangunan saja, tetapi juga upaya untuk mendorong mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur yang opresif. Makna lainnya adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah (Prijono dan Pranarka, 1996).
Dalam pandangan Pearse dan Stiefel dinyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yakni primer dan sekunder.
Kecenderungan primer berarti proses pemberdayaan menekankan proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Sedangkan kecenderungan sekunder melihat pemberdayaan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya (Prijono dan Pranarka, 1996).

Seperti yang dilaporkan Deliveri (2004), proses pemberdayaan masyarakat mestinya juga didampingi oleh suatu tim fasilitator yang bersifat multidisplin. Tim pendamping ini merupakan salah satu external factor dalam pemberdayaan masyarakat. Peran tim pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannnya secara mandiri.

Beberapa pengertian diatas mengartikan pemberdayaan masyarakat menjadi poin – poin berikut :

Menjadikan rakyat punya pengaruh (dapat terlibat dalam pengambilan keputusan)
Memotivasi individu agar berdaya untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya
Dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan adanya tim fasilitator pendamping
Pencegahan persaingan yang tidak seimbang / eksploitasi terhadap warga miskin
Pada dasarnya pemberdayaan masyarakat diadakan dengan tujuan agar masyarakat menjadi mendiri. Kemandirian ini dapat diwujudkan dengan membuat masyarakat memiliki daya untuk hidup, lebih detailnya Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:

Mampu memahami diri dan potensinya,mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)
Mampu mengarahkan dirinya sendiri
Memiliki kekuatan untuk berunding
Emiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan
Bertanggungjawab atas tindakannya.
Pemberantasan kemiskinan tentunya harus dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat. Tugas ini merupakan hal yang cukup berat mengingat selama ini masalah kemiskinan masih menjadi masalah utama yang belum berhasil diatasi. Seperti yang diungkapkan Deliveri (2004), adalah benar bahwa masyarakat miskin harus memiliki tim fasilitator pendamping yang berfungsi untuk memberikan dorongan, konkretnya mungkin modal untuk memulai usaha agar masyarakat dapat mandiri. Bantuan yang diberikan oleh fasilitator tersebut harus dilakukan secara bertahap hingga pada akhirnya masyarakat tersebut dpat lepas dari bantuan tim fasilitator. Indonesia telah mengaplikasikan cara ini yakni salah satunya dengan dibentuknya PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) pada tahun 2007. Program ini dilaksanakan dengan cara membuat program yang diajukan dan  untuk dilaksanakan pula oleh masyarakat setempat dalam rangka membuat lapangan pekerjaan bagi masyarakat tersebut. Namun, program yang telah dilaksanakan selama 5 tahun ini belum dapat diketahui keefektifannya dalam memberantas kemiskinan, justru ada juga yang mengatakan bahwa program ini malah menambah pengeluaran dan hutang negara pada Bank Dunia (dikatakan oleh Ahmad Deni Daruri, Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC) dalam inilahjabar.com). Meskipun program yang tengah dilakukan tidak memiliki keefektifan yang tajam dalam menurunkan angka kemiskinan, namun kita tidak seharusnya menyerah begitu saja dalam mengatasi masalah kemiskinan ini. Menurut Saya, pemberdayaaan masyarakat itu dapat diupayakan dengan cara :

Pembentukan mentalitas kemandirian ; hal ini merupakan langkah yang wajib dilakukan untuk menghasilkan individu yang tangguh untuk bersaing dalam hidup ini, sekeras apapun tantangan yang dihadapi, dengan mental seperti ini pasti seseorang akan mudah keluar dari masalah tersebut. Sebagai contoh konkretnya begitu banyak pengemis yang berkeliaran padahal mereka masih memiliki badan yang sehat dan sempurna, dan hal ini adalah bentuk ketidakberdayaan masyarakat untuk berpikir bahkan bertindak secara mandiri
Keterlibatan semua pihak  ; maksudnya bahwa pemberdayaan masyarakat ini tidak dibebankan seluruhnya kepada pemerintah dan tidak hanya mengandalkan pemerintah. Alangkah lebih baik bila satu sama lain masyarakat saling membantu dalam hal ini. Sebagai contoh pemberian modal kepada tetangga disekitar untuk membangun suatu usaha sehingga orang tersebut akan berkembang kedepannya. Intinya mulailah sesuatu dari yang terdekat dahulu. Dengan cara ini mungkin kemiskinan akan lebih cepat diatasi.
Penciptaan lingkungan yang memberikan peluang pada rakyat miskin ; hal ini dilakukan dalam rangka melindungi rakyat miskin dari penindasan oleh kaum kaya yang membuat rakyat miskin menjadi semakin miskin.
 

Referensi :
www.pemberdayaan.com
id.wikipedia.irg
www.pnpm-mandiri.org
www.inilahjabar.com

My Identity

Halo....
saya gun.... itu nama kecil saya yang saya dapatkan dari orang tua, tinggal di sebuah kota kecil, Tasikmalaya di provinsi Jawa Barat Indonesia.
Tasikmalaya adalah sebuah nama yang mempunyai banyak kenangan dan impian. sampai detik inipun saya tinggal di Tasikmalaya, kota dimana saya dilahirkan dan dibesarkan.
saya merasa senang bisa hidup di Tasikmalaya, meski hanya sebuah kota kecil tapi memberikan kenyamanan bagi penduduknya.